Berteduh dibawah rindang pohon bersamamu |
Terik mentari membentuk fatamorgana di ujung jalan itu. Riuh aktifitas orang pulang dari kantor menjadi pemandanganku sembari menunggu bus datang menjemput. Tengah hari ini berlalu seperti biasa, dengan aktifitas yang itu-itu saja, dan dengan kegiatan selingan yang juga teramat membosankan, scroll postingan Instagram, balik ke facebook, lalu ke twitter, mengecek emai, gmail dan yahoo mail, beralih ke youtube. Yah oh satu lagi, status di whatsapp. Yah seperti itu aku jalankan, terlihat sibuk namun tak berkualitas. Right?
Sudah lima belas menit berlalu menunggu kedatangan bus yang memang sering tak pasti, yah layaknya menunggu orang yang sibuk bekerja, kita yang biasanya tak ada kerjaan kegiatan menunngu terasa sangat berat. Sebelum bus datang, sengaja ku layangkan mata dari pandangan jalan yang menelisik kehadiran bus pada layar ponsel, tertera disana sebuah pesan whatsapp
“Kamu sudah sampai rumah.”
Sergap ku membalas dengan mengetik kalimat. “Belum, lagi nunggu bus”. Aku harap ini adalah respon kasih sayang, karena dia balik membalas “Kamu naik bus? Aku kira naik motor, Tunggu ya aku jemput sekarang, jangan kemana-mana tunggu disana, aku jemput oke.”
Dan aku tertegun, bahagia dan terharu. Dia membuatku luluh lagi. Meski aku dan perutku sudah mengatakan ingin makan, tapi rela aku tunggu lebih lama, karena perjalanan menuju menjemputku kira-kira memerlukan waktu 18 menit, yang mana selama menunggu 18 menit itu tentu aku sudah melewatkan sebuah bus yang baru saja lewat di depanku.
Namun, ini semua demi bertemu denganmu. Membayar semua rindu dan penantianku selama ini. Mungkin novel andrea hirata yang menyebut sakit gila karena cinta telah aku alam. Seperti Sobari dalam tokohnya jika tak salah aku ingat karena aku malas untuk mengingat, mengingat hanya dia yang aku ingat, mengingat hanya dia yang aku perhatikan dengan sangat cermat. Aku telah gila karena mencintai.
Selang dalam waktu menungguku itu, dia yang dinanti hadir di depan mataku. Dengan jaket hitam dan motor berwarna hitam yang sering kupanggi Blacky, ia menjemputku dengan senyum hangatnya, hangat yang meneduhkan seperti saat berteduh di bawah pohon rindang ini berdua.
Dia datang dengan selamat. Terima kasih banyak, kamu baik. Aku menyayangimu. Dan Aku luluh Karenamu. Aku ungkapkan lagi semua perasaanku dengan cara begini, menulis ulang semua rekam jejak,sehingga ketika aku gambek karena rindu, mengingat kebaikan dan kasih sayangmu adalah cara yang ampuh untuk menidurkan rindu dan menekan egoku.
Terik panas saat itu seakan berubah menjadi udara dingin saat hujan turun, 😅 Aku mendekap pinggangnya erat, berpengagan dengan benar, dan sesekali mengobrol ringan. Hingga ia dengan selamat mengantarkan ku tanpa kurang satu apapun, namun ada hal yang malah bertambah, Rinduku padanya.
❤
Comments
Post a Comment